DEWAN PERS



Wartawan Didorong Perkuat Analisis Data
Jakarta (Berita Dewan Pers) – Wartawan Indonesia masih banyak yang mengandalkan “jurnalisme pernyataan”. Misalnya, dalam polemik rencana “bantuan” Indonesia untuk Dana Moneter Internasional (IMF) akhir-akhir ini, banyak media hanya memberitakan pernyataan narasumber yang saling bertentangan tanpa mencoba melakukan analisis data sendiri. Akibatnya, muncul informasi keliru dari pers yang mengandalkan pernyataan narasumber. Wartawan perlu didorong untuk melakukan analisis data saat meliput persoalan keuangan atau ekonomi.
Demikian satu pemikiran yang muncul dalam dialog Dewan Pers Kita yang disiarkan TVRI Nasional, Selasa malam (10/07/2012). Dialog yang dipandu Wina Armada Sukardi ini menghadirkan tiga narasumber, Yopie Hidayat (Juru Bicara Wakil Presiden), Metta Dharmasaputra (Direktur Eksekutif Kata Data), dan Dani Setiawan dari Koalisi Anti Utang.
Metta mengakui, saat ini media kesulitan mencari wartawan ekonomi yang mau memecah data-data untuk memperkuat liputan. Wartawan malas melakukan riset data ekonomi. Padahal, dalam kasus bantuan untuk IMF, ada masalah serius yang harus didalami. Ditambah lagi, Pemerintah dan Bank Indonesia tidak aktif menyampaikan kepada publik apa keuntungan yang akan didapat Indonesia jika membantu IMF. “Kita harus sesegera mungkin meninggalkan jurnalisme pernyataan. Mewajibkan wartawan untuk menganalisa data,” katanya.
Menurut Yopie Hidayat, media harus memberi tempat untuk berbagai versi pendapat yang muncul di masyarakat. Media juga bagian dari mekanisme untuk meluruskan informasi keliru yang muncul. Dalam kasus IMF, kata “membantu” telah dipahami keliru oleh banyak orang, dipaksa dikait-kaitkan dengan APBN. Padahal, ini dua masalah yang berbeda. Rencana sumbangan US$ 1 miliar itu, menurutnya, tidak diambil dari APBN, tetapi bagian dari cadangan devisa yang dikelola BI.
“Kita hidup di masyarakat internasional. Kalau mau jadi bangsa kuat dan hebat, kita harus berada di sistem itu dan memenangkannya. Posisi kita lebih baik dan kita harus bangga,” ungkapnya.
Sebaliknya, menurut Dani Setiawan, saat ini IMF dikuasai kepentingan negara lain. Bantuan kepada IMF akan menempatkan Indonesia dalam kepentingan negara-negara lain. Upaya menjaga dan memulihkan ekonomi internasional tidak tepat dilakukan dengan cara “menghidupkan” IMF. “Kami tidak percaya IMF merupakan penolong krisis ekonomi dunia saat ini, terutama Eropa,” katanya. (red)
 

Dewan Pers: Tak Semua Media Online itu Pers
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dewan Pers meminta empat media online di luar Rakyat Merdeka On Line (RMOL), yang memuat pemberitaan mengenai aksi walk out sejumlah anggota UI Bersih, untuk segera menghadap Dewan Pers. Dewan Pers memberi ke empatnya waktu satu minggu. Jika mereka tak juga datang Dewan Pers mengatakan tidak memiliki kewajiban untuk melindungi mereka.
Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers, Agus Sudibyo, mengatakan, Dewan Pers hingga saat ini belum berhasil menghubungi ke empat media online yang disebut-sebut memuat berita bohong terkait aksi walk out beberapa anggota UI Bersih dalam pemilihan Majelis Wali Amanat (MWA) UI 26 April lalu. Menurut Agus ini menjadi masalah, ketika ke empat media tersebut memuat pemberitaan yang dianggap merugikan orang lain namun keberadaan mereka tak jelas.
Ke empat meda tersebut menurut Agus diantaranya, Teras Politik.com, Jakarta Berita Indonesia.web, Beber.in, dan Kabar Asia. Agus mengatakan, Dewan Pers telah melacak keberadaan ke empat media tersebut namun tak berhasil menghubungi ke empatnya. " Status media ini jadi bermasalah, kami kasih kesempatan mereka dalam satu minggu ini untuk segera melapor ke Dewan Pers," ujar Agus saat konfrensi pers seusai menjadi mediator antara UI Bersih dengan RMOL di Dewan Pers, Rabu (9/4).
Agus menegaskan laporan mereka diperlukan untuk mengetahui dengan jelas apakah mereka merupakan bagian dari anggota pers. Jika benar, maka mereka harus mematuhi beberapa aturan dan etika pers yang telah disepakati. Namun apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan mereka tak juga mendatangi Dewan Pers, Agus mengatakan Dewan Pers tak akan melindungi keempatnya jika tersandung permasalahan. (red)

Dewan Pers Bertemu KPI Bahas P3SPS Bidang Jurnalistik
Jakarta (berita Dewan Pers) - Dewan Pers menggelar pertemuan dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan kalangan media penyiaran untuk membicarakan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) tahun 2012 khusus bidang jurnalistik, di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (18/4/2012).
Dalam Rakornas awal April lalu, KPI mensahkan P3SPS yang baru, namun menulai kontroversi. Sejumlah pihak mendukung, sebagian lain menolaknya.
Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, dalam sambutannya menyatakan, Dewan Pers sengaja mengundang KPI untuk menjelaskan P3SPS khusus bidang jurnalistik yang dianggap penting oleh para pemangku kepentingan di media penyiaran. “Kita diskusikan secara terbuka sehingga memungkinkan kita menemukan penyempurnaan-penyempurnaan,” katanya.
Anggota KPI, Dadang Rahmat Hidayat mengatakan, KPI akan sangat mendengarkan pandangan dari berbagai pihak atas P3SPS yang baru. KPI juga telah menerima beberapa surat berisi permintaan penjelasan. Misalnya, surat dari DPR yang mempertanyakan Pasal 39 ayat (2) P3SPS yang mewajibkan lembaga penyiaran melakukan sensor internal atas seluruh materi siaran. “Sensor internal itu kita maksudkan kualiti kontrol di masing-masing lembaga penyiaran,” katanya. (red)

-->

-->
-->Perusahaan Pers Terdepan Lindungi Wartawan
Jakarta (Berita Dewan Pers) – Perusahaan pers seharusnya menjadi pihak pertama yang memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap wartawan yang mengalami kekerasan. Kenyataannya, hal itu tidak selalu terjadi.
“Padahal jelas wartawan menjadi korban saat dia melakukan kerja jurnalistik yang ditugaskan oleh medianya,” kata Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo, saat menjadi pembicara diskusi untuk penyusunan pedoman penanganan kekerasan terhadap wartawan dan penyalahgunaan profesi wartawan di Sekretariat Dewan Pers, Jakarta, Kamis (5/4/2012).
Pembicara lain yang hadir dalam diskusi ini, Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Pol. Boy Rafli Amar, dan Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Imam Wahyudi. Diskusi dipandu Direktur Eksekutif Serikat Perusahaan Pers (SPS), Asmono Wikan.
Agus Sudibyo menjelaskan, diskusi yang digelar Dewan Pers ini diharapkan menghasilkan panduan penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan bagi perusahaan pers, organisasi pers, Dewan Pers, dan kepolisian. Sebab, diperlukan koordinasi antar lembaga-lembaga tersebut dalam penanganan kasus kekerasan. “Perlu koordinasi yang baik antar lembaga-lembaga tersebut untuk penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan,” katanya.
Imam Wahyudi mengatakan, wartawan televisi dituntut mampu mendapat realitas pertama dari setiap kejadian, tidak hanya mengandalkan kesaksian. Karena itu, mereka sering menghadapi risko untuk mengejar tuntutan itu.
Ia menambahkan, dalam melakukan advokasi kasus kekerasan, cek silang informasi harus dilakukan. Sebab, sering informasi awal tidak sama dengan informasi hasil cek silang itu.
Boy Rafli menghimbau wartawan yang meliput kerusuhan untuk memprioritaskan keselamatan dirinya. “Identitas pers harus benar-benar ditunjukkan, terutama saat meliput kerusuhan,” tambahnya.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harymurti, menekankan pentingnya koordinasi dan komunikasi antara pers dan kepolisian untuk meminimalisir terjadinya kekerasan terhadap wartawan, seperti saat meliput banyak demonstrasi belakangan ini. (red)


Dewan Pers Bahas Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia
              JAKARTA (BERITA DEWAN PERS) - Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, menyatakan Dewan Pers sedang mencoba membahas kriteria pengukuran peringkat kemerdekaan pers Indonesia. Langkah ini dilakukan bukan karena tidak menghargai indeks kemerdekaan pers yang telah disusun lembaga lain. Tetapi, barangkali ada nilai, kebiasaan atau kondisi tertentu di Indonesia yang memungkinkan ditetapkan kriteria lain.

“Ada kondisi tertentu yang memungkinkan kita mendapat kriteria lain tanpa mengesampingkan kriteria yang sudah umum berlaku,” kata Bagir Manan saat menyampaikan sambutan dalam diskusi terfokus “Penyusunan Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia” yang digelar Dewan Pers di Jakarta, Senin (5|3|2012).

Ia menambahkan, kasus kekerasan terhadap pers selalu menjadi ukuran peringkat kemerdekaan pers. Ukuran itu tidak bisa dibantah. Tidak ada kemerdekaan pers di satu negara apabila terus terjadi kekerasan terhadap pers. “Ada situasi yang berbeda (di Indonesia), meskipun kekerasan itu sendiri tidak boleh terjadi,” tambahnya.

Anggota Dewan Pers, Wina Armada, mengungkapkan, diskusi terfokus ini bertujuan menyusun kriteria indeks kemerdekaan pers Indonesia yang dapat digunakan setiap tahun, termasuk untuk mengukur tingkat kemerdekaan pers di setiap provinsi.

Tokoh pers, Atmakusumah Astraatmadja, yang hadir dalam diskusi ini mengatakan, lembaga pemeringkat Reporter Without Borders pada tahun 2011 mengeluarkan indeks kemerdekaan pers Indonesia yang jauh melorot dibanding sebelumnya. Indonesia berada di peringkat ke 146 dari sebelumnya ke 117. Indonesia berada di bawah Singapura. (makalah lengkap Atmakusumah)

Menurutnya, parameter yang digunakan Reporter Without Borders bisa keliru. Sebab, sulit memahami peringkat Indonesia berada di bawah Singapura yang tidak memiliki kebebasan pers. Di Singapura hampir tidak ada media yang kritis, sehingga tidak terjadi kekerasan terhadap pers.

Ia menambahkan, menurut Reporter Without Borders, peringkat kemerdekaan pers Indonesia menurun karena pemerintah dianggap gagal menjamin sepenuhnya kebebasan pers, terutama saat wartawan meliput masalah lingkungan hidup atau pencemaran lingkungan oleh industri. Selain itu, terjadi beberapa kali kekerasan terhadap wartawan di Papau dan wartawan asing dipersulit untuk meliput di sana. “Peradilan yang korup mencegah pengembangan pers yang lebih bebas,” kata Atma mengutip pernyataan Reporter Without Borders.

Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harymurti, mengatakan penyusunan indeks kemerdekaan pers Indonesia berdasar provinsi akan membantu mengenali persoalan yang muncul di setiap provinsi. Sehingga, kegiatan Dewan Pers di provinsi bersangkutan dapat fokus untuk mengatasi masalah yang ada. Setiap tahun dapat dilihat perkembangan masalah di provinsi bersangkutan. “Ini evaluasi untuk daerah yang menjadi sasaran program Dewan Pers,” katanya. (red)

 

 

 

 

Pengaturan Jangan Ciderai Kemerdekaan Per

Jakarta (Berita Dewan Pers) – Isi Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan Nasional yang saat ini sedang dibahas di DPR, diharapkan tidak mencederai kemerdekaan pers dan hak asasi manusia.
“Kita ikut bertanggung jawab terhadap keamanan negara. Tapi, kalau bicara kebebasan yang dimiliki masyarakat, maka pengaturannya harus berhati-hati. Jangan sampai pengaturannya menciderai hak asasi manusia,” kata Ketua  Dewan Pers, Bagir Manan, saat diskusi tentang RUU Keamanan Nasional dan Perlindungan terhadap Kemerdekaan Pers yang digelar Dewan Pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Senin (27/6).
Bagir menambahkan, pengaturan yang menyangkut hak dasar masyarakat, sebaiknya lebih menitikberatkan kepada kewajiban pihak yang mengatur, bukan pembatasan-pembatasan kepada masyarakat.
Mantan Ketua Mahkamah Agung ini mencontohkan, dalam pengaturan tentang penyadapan, harus ditegaskan tentang kewajiban-kewajiban agar penyadapan itu proporsional. Misalnya, dalam situasi seperti apa boleh dilakukan penyadapan. Penyadapan boleh dilakukan tetapi kewajiban sebelum sampai kepada penyadapan itu harus lebih dulu dipenuhi. “Kita sangat berkepentingan jangan sampai pengaturan (baru) menciderai kemerdekaan pers,” tegasnya. (red)



-->
-->
            Dewan Pers - Anggota Panitia Seleksi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Imam Prasodjo, meminta pers dan masyarakat ikut mendorong supaya tokoh yang selama ini dikenal memiliki integritas baik, bersedia mencalonlan diri menjadi pimpinan KPK baru.
Imam Prasodjo mengatakan hal tersebut saat berbicara dalam diskusi “Media dan Pansel KPK 2011-2015” yang digelar Dewan Pers bersama Panitia Seleksi Pimpinan KPK di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Senin (13/6). Acara ini antara lain dihadiri Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harymurti, Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo, dan beberapa anggota Panitia Seleksi.
Pendaftaran calon pimpinan KPK telah dibuka sejak 30 Mei 2011 dan akan berakhir pada 20 Juni 2011. Menurut Imam, hingga 13 Juni 2011, baru 20 calon yang mendaftar. “Pers, masyarakat, semua lembaga, harus membantu dan ikut mendorong supaya orang terbaik mau mendaftarkan diri,” kata Imam.

KPK dan Pers
Bambang Harymurti mengungkapkan, hubungan KPK dengan pers selama ini berjalan baik. Misalnya, pers menentang upaya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah.
Setelah mengumumkan nama-nama calon pimpinan KPK yang lulus seleksi administrasi, Panitia Seleksi akan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan masukan dari tanggal 25 Juni hingga 24 Juli.
Terkait hal tersebut, Bambang meminta Panitia Seleksi untuk berkampanye tentang perlindungan kepada masyarakat yang bersedia memberi masukan tentang calon pimpinan KPK. “Siapa saja yang mengirim laporan atau  tanggapan, ada perlindungan. Dan informasinya dipertimbangkan,” imbuhnya. (red/dp)




  -->
Ancaman terhadap Kebebasan Pers Datang dari Berbagai Sisi
Dewan Pers - Ancaman terhadap kebebasan pers, selain datang dari sistem kekuasaan yang otoriter, juga bisa dari masyarakat. Masih ada kelompok di masyarakat yang merasa kepentingannya terganggu oleh kebebasan pers. Mereka mencoba melakukan hal-hal yang mengancam kebebasan pers.
Pendapat tersebut dikemukakan Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, saat menjadi pembicara diskusi tentang kekerasan terhadap wartawan di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (10/5/2011). Diskusi ini digelar untuk memperingati Hari Kemerdekaan Pers Sedunia, 3 Mei 2011. Turut hadir sebagai narasumber yaitu Pemimpin Redaksi harian Kompas, Rikard Bagun, dan wartawan senior, Sabam Siagian.
Bagir Manan khawatir kekerasan terhadap wartawan merupakan pelampiasan masyarakat atas frustasi menghadapi kondisi politik, sosial, dan ekonomi. Dalam hal ini, posisi pers lemah dan mudah menjadi sasaran frustasi. Karena itu, kekerasan terhadap wartawan sebaiknya tidak hanya dilihat sebagai persoalan hukum, namun juga persoalan kondisi masyarakat.
Ancaman terhadap kebebasan pers dapat pula berasal dari lingkungan pers. “Kemerdekaan pers dapat diancam oleh lingkungan pers sendiri, ketika pers tidak mampu memelihara kemerdekaannya dengan baik,” kata mantan Ketua Mahkamah Agung ini.
Menanggapi berhentinya proses hukum atas beberapa kasus kekerasan terhadap wartawan, Bagir mengajak kalangan pers untuk bersama melakukan tekanan. Tekanan itu hanya mungkin bisa dilakukan apabila kalangan pers bersatu.
“Satu satunya modal orang yang lemah adalah bersatu. Tidak ada yang lain. Kalau pers menyadari dirinya lemah, maka harus bersatu. Penting solidaritas antarkita. Kalau tidak, kita akan diperlakukan sewenang-wenang,” tegasnya.
Pendapat serupa disampaikan Sabam Siagian. Menurutnya, setiap kekerasan terhadap wartawan perlu disikapi sebagai hal yang tidak biasa. Kasus itu harus selalu diributkan oleh wartawan.
Mantan Pemimpin Redaksi harian The Jakarta Post ini memberi perhatian khusus atas kondisi kebebasan pers di Myanmar. Sesuai informasi yang diperolehnya dari pimpinan Yangon Media Group di Myanmar, Koko, saat ini Myanmar sedang berusaha menuju demokratisasi dan pengembangan kemerdekaan pers. Masalahnya, birokrasi di negara itu masih menahan-nahan perkembangan kebebasan pers.
Ia mengusulkan pers Indonesia membantu Myanmar dengan mengujungi negara tersebut untuk berbagi pengalaman dalam pengembangan kebebasan pers. Sehingga, kebebasan pers tidak dianggap sebagai anarki. “Ini demi kepentingan kita juga,” katanya.
Sementara itu, Rikard Bagun berpendapat, solidaritas regional atau global tentang kebebasan pers harus dimulai dengan konsolidasi internal pers, solidaritas antarperusahaan pers dan antarorganisasi pers. Ia menilai, konsolidasi internal dan solidaritas itu masih harus dibangun. “Kualitas pers kita masih kedodoran,” tambahnya. (red)




Dewan Pers Intens Tangani Kasus Secara Proaktif

Dewan Pers

Dewan Pers tanpa menunggu adanya pengaduan, akan proaktif menangani kasus-kasus pers yang mengandung bobot kepentingan publik yang besar, kata Agus Sudibyo, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers, di Palembang, Kamis (07/041) pada acara Sosialisasi Standar Kompetensi Wartawan.


Menurut Agus Sudibyo, pihaknya telah menangani kasus pers secara proaktif, terutama berkaitan dengan penegakan etika pers, kasus-kasus yang berbobot kepentingan publik yang besar, kasus kekerasan terhadap jurnalis atau media massa.
Ia mencontohkan, kasus yang proaktif ditangani Dewan Pers itu, seperti kasus pemberitaan bom Utan Kayu, pemberitaan IPO PT Krakatau Steel, dan pemberitaan tentang Kerusuhan di Tanjungpriok.
Begitupula penanganan penegakan etika pers berdasarkan pengaduan dan atau temuan Komisi Penyiaran Indonesia, dengan KPI itu meminta pertimbangan dari Dewan Pers, ujar Agus.
Dia merincikan, selama Januari hingga Desember 2010, Dewan Pers telah menerima 512 pengaduan, 144 pengaduan langsung, 368 tembusan, 48 kasus mediasi, empat kasus dengan keputusan Dewan Pers, dan 92 kasus surat menyurat karena lokasi yang jauh di berbagai daerah di Indonesia.
"Kesimpulan kami sebanyak 80 persen kasus yang ditangani itu, berakhir dengan kesimpulan media atau wartawan melakukan pelanggaran kode etik," kata anggota Dewan Pers dari wakil tokoh masyarakat yang pernah dinobatkan sebagai penerima Press Freedom Award 2007 dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) itu.
Agus Sudibyo menyebutkan pelanggaran kode etik itu, di antaranya berita yang tidak berimbang, berpihak, tidak ada verifikasi, dan menghakimi, mencampurkan fakta dan opini, data tidak akurat, keterangan sumber berbeda dengan yang dikutip dalam berita. Dewan Pers juga menemukan kasus pelanggaran kode etik berupa sumber berita tidak kredibel atau tidak jelas, berita mengandung muatan kekerasan, sadisme, atau pornografi.
"Adapula kecenderungan pemberitaan yang menghakimi orang-orang yang terlanjur menjadi `public enemy` atau terlanjur tidak bagus citranya di mata publik. Padahal mereka tetap berhak atas berita yang `fair`," ujar dia lagi.
Dia menyebutkan, pengaduan kasus pers itu paling banyak yang diadukan adalah wartawan atau medianya (110 pengaduan), pemerintah/pejabat (8 pengaduan), perusahaan (7 pengaduan), TNI (2 pengaduan), polisi (2 pengaduan), dan perguruan tinggi (2 pengaduan).


Para pengadu adalah masyarakat (42 pengaduan), wartawan/media (33 pengaduan), pemerintah/pejabat (17 pengaduan), perusahaan (13 pengaduan), polisi (7 pengaduan), organisasi wartawan (6 pengaduan), dan ormas/LSM (5 pengaduan).
Kasus yang diadukan itu berasal dari DKI Jakarta (68 pengaduan), disusul Sumatera Utara 13 pengaduan, Jawa Barat sebanyak 9 pengaduan, dan Jawa Timur sebanyak 8 pengaduan, serta Riau empat pengaduan. "Di Sumsel masuk hanya satu pengaduan, semoga ini menunjukkan sebagai indikator yang positif dalam penegakan kode etik jurnalistik," ujar dia pula. (red)

-->
-->
Tiga Pengaduan dari Bekasi
Jakarta (Berita Dewan Pers) - Dua pejabat dan satu isteri pejabat dari Bekasi, Jawa Barat, mengadu ke Dewan Pers. Mereka adalah Wakil Walikota Bekasi Rahmat Effendi, isteri Walikota Bekasi (Mochar Mohammad) Sumiaty, dan Camat Rawalumbu, Bekasi, Arkadi. Rahmat Effendi dan Sumiaty sama-sama mempersoalkan harian Radar Bekasi. Sedangkan Arkadi bersengketa dengan mingguan Global Post, Jakarta.
Dewan Pers menyelesaikan tiga kasus tersebut melalui Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi.  
Berita Radar Bekasi yang diadukan Rahmat Effendi berjudul “Dukung Adipura Warga Turun ke Jalan” di edisi 18 November 2010 dan ”Rumdin Dikuasai Mantan Ketua Dewan” di edisi 29 November 2010. Sementara Sumiaty mempersoalkan berita Radar Bekasi berjudul “KPK Periksa Sumiaty” yang dimuat 2 Desember 2010). Sedangkan Arkadi mengadukan berita Global Post berjudul “Camat Rawalumbu Kencani Seorang Gadis ABG” di edisi 30 Tahun I/11-17 Oktober 2010.
Pada 11 Januari 2011, Dewan Pers mengundang pengadu dan media yang diadukan, memberi kesempatan kepada mereka untuk memberikan keterangan. Berdasarkan keterangan dan kajian atas berita yang diadukan, Dewan Pers kemudian mengeluarkan tiga Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang ditandatangani Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, 21 Januari 2011.
Di dalam PPR tersebut, Dewan Pers menilai, berita Radar Bekasi yang diadukan Wakil Walikota Bekasi dan isteri Walikota Bekasi mengandung sejumlah kesalahan yang melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Radar Bekasi tidak melakukan uji informasi dengan sungguh-sungguh sehingga menghasilkan berita yang tidak akurat, tidak berimbang, dan bersifat menghakimi yang melanggar Pasal 1 dan 3 KEJ
Karena itu, Radar Bekasi wajib memuat Hak Jawab dari pengadu di tempat yang sama dengan berita yang dipersoalkan disertai permintaan maaf.
Dewan Pers juga menilai, berita Global Post yang diadukan Arkadi melanggar Pasal 1 dan 3 KEJ karena bersifat menghakimi, tidak menguji informasi secara semestinya, dan tidak akurat. Pemuatan Hak Jawab yang sudah dilakukan Global Post dinilai Dewan Pers belum sesuai dengan Pedoman Hak Jawab. Global Post pun wajib memuat Hak Jawab dari Arkadi disertai permintaan maaf. (red DP)
 




Dewan Pers Indonesia Mulai Go Internasional
DEWAN PERS - Di usianya yang ke sepuluh Dewan Pers Indonesia go internasional. Bersamaan dengan kunjungan kenegaraan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono ke India tgl 24-26 Januari 2011, Dewan Pers berkesempatan membuat penandatanganan nota kesepahaman (MOU) dengan Dewan Pers India. " Ini penting bukan hanya bagi Dewan Pers tapi juga bagi  pers Indonesia secara keseluruhan," ujar Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.C.L usai menandatangani MOU di Hyderabad House New Delhi pukul 12.35 waktu setempat.
Mantan Ketua MA yang  ikut dalam delegasi Presiden ini menambahkan bahwa dalam percaturan global yang didukung perkembangan teknologi informasi saat ini,   pers harus mempunyai wawasan dan orientasi internasional. "Terutama bagi yang muda  agar lebih mempunyai  wawasan internasional", kata Guru Besar Unpad ini. Ia juga  menambahkan MOU ini merupakan tindak lanjut nyata dari pertemuan Bali Media Forum yang diselenggarakan tanggal 8 - 10 Desember 2010 yang diikuti 17 negara. "India ini menarik dan kita pilih karena saat ini sedang naik ekonominya dengan tanpa mengorbankan kehidupan demokrasinya " katanya.
MOU ini juga akan terus dikembangkan ke dewan pers-dewan pers negara lain yang ingin bekerja sama. "Silahkan saja kita terbuka dengan dewan pers mana saja yang ingin bekerjasama dengan kita untuk saling meningkatkan profesionalisme dan kualitas liputan untuk kehidupan demokrasi." Dewan Pers bersama dengan Dewan Pers India bukan tidak mungkin berinisiatif mendirikan asosiasi dewan pers dan hal ini akan berdampak bagus bagi hubungan internasional bukan saja dalam konteks G to G tapi juga hubungan antar masyarakat sipil kedua negara. "Hal ini akan menguntungkan hubungan antara kedua negara", tambah Bagir Manan.
Penandatanganan MOU ini disaksikan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono  dan PM India Dr. Manmohan Singh. Penandatangan MOU dilakukan Ketua Dewan Pers Indonesia,  Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., M.C.L dan Ketua Dewan Pers India, Justice Ganendra Narayan Ray.
Dalam MOU yang berlaku selama 2 tahun ini disepakati untuk saling bertukar pengetahuan dan pengalaman dalam hal 3 isu besar yakni terorisme, konflik dan jurnalisme damai.  Paska penandatanganan kedua lembaga ini akan mengadakan  seminar, pelatihan dan pertukaran wartawan. " Kita tertarik dengan India karena kita sama sama lembaga yang dibentuk atas nama Undang Undang Pers dan secara sosio politik banyak persamaaan antara masyarakat Indonesia dan India", kata Bambang Harymurti, Wakil Ketua Dewan Pers.
Setelah penandatanganan MOU delegasi Dewan Pers sore hari juga melakukan dialog dengan anggota Dewan Pers India selama 1, 5 jam yang berisi seputar hal-hal positif dari program dan kinerja masing-masing Dewan Pers yang bisa dijadikan  pelajaran bersama. Ikut dalam kunjungan ini selain Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers juga anggota lain seperti Agus Sudibyo, Bekti Nugroho, Margiono, Ridlo ?Eisy, A.B.G. Satria Narada dan juga Sekretaris Dewan Pers Kusmadi serta anggota Pokja Dewan Pers Christiana Chelsia Chan.

Berikut Isi MOU




Memorandum of Understanding
On cooperation between
the Press Council of India and the Press Council of Indonesia



This Memorandum of Understanding is made at New Delhi on January 25th, 2011 between:

Press Council of India, based in New Delhi, India, represented by Justice Ganendra Narayan Ray, Chairman of the Press Council of India,

Press Council of Indonesia, based in Jakarta, Indonesia, represented by Prof. Dr. Bagir Manan, SH., MCL., Chairman of the Press Council of Indonesia,

Hereinafter referred to as Parties,

WHEREAS

  1. The Parties confirm their commitment to exchanging information, experience and knowledge pertaining to a Non Violent Peaceful Journalism Coverage;

  1. The Parties commit themselves to creating conditions within which the Indian and Indonesian journalists can be manifested through a competitive and professional process within the Journalism Code of Ethics and Press Freedom;

  1. The Parties commit themselves to building mutual confidence and trust;

  1. The Parties commit themselves for promoting an enabling environment for free and responsible access to correct and unbiased information in public interest and to aid good governance;

  1. The Parties commit themselves to building capabilities of media professionals by promoting qualitative media education and training facilities under the exchange programme;

  1. The Parties commit themselves to strengthening the implementation of journalistic ethics in the interest of society and brotherhood across borders.

In accordance therewith the Parties decided to conclude this Memorandum of Understanding in order to establish the basis for their collaboration and for their future activities within the framework of PRESS FREEDOM.

To this end the Parties have agreed on the following:

1)      to cooperate in activities promoting peace journalism;
2)      to organize a seminar on journalism in conflict area and covering terrorism activities;
3)      to carry out a journalism exchange program.

Any dispute arising out of the interpretation and / or implementation of this Memorandum of Understanding shall be settled amicably through negotiation or consultation.

This Memorandum of Understanding may be reviewed and amended at any time, by mutual written consent of the Parties. Such revisions or amendments shall come into effect on such date as may be determined by the Parties and shall form an integral part of this Memorandum of Understanding.

This Memorandum of Understanding shall enter into force on the date of its signing.

This Memorandum of Understanding would coincide with the grant period, anticipated to be January 25th, 2011 through January 25th, 2013.

This Memorandum of Understanding shall remain in force for a period of two (2) years unless either party notifies in writing of its intention to terminate this Memorandum of Understanding three (3) months in advance.

In witness whereof, the undersigned, have signed this Memorandum of Understanding.

Done at New Delhi on 25th January 2011 in English.



Ttd.

Prof. Dr. Bagir Manan, SH., MCL
Chairman, Press Council of Indonesia

Justice Ganendra Narayan Ray
Chairman, Press Council of India

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

KLINIK KANG JANA

KLINIK KANG JANA