Perlu Enam Bulan Menuju Meja Hijau, Sidang Terkesan Formalitas


Kaca Mobil Pecah ditambal Foto Korban
Tulungagung, SMN
Pengadilan Negeri Tulungagung sejak pagi jam sembilan pagi sudah ramai Polisi, padahal pada papan pengumuman PN Tulungagung kasus yang disidangkan pada hari itu tiga perkara perdata slah satunya perceraian dan dua kasus pidana terkait pengecer togel kelas teri dan penganiayaan dengan tenaga bersama atau pengeroyakan yang disertai perusakan.
Sebenarnya tidak menarik dicermati jika terdakwa pengeroyakan bukan oknum Polisi Samapta Tulungagung. Oleh karena itulah personel Polisi banyak yang hadir di PN Tulungagung bukan untuk mengamankan suatu sidang namun memberikan support dan dukungan kepada tiga oknum Polisi yang duduk di kursi terdakwa.
Kejadian pengeroyokan yang dilakukan oleh anggota Samapta Polres Tulungagung Amirul M, Rohman Y, Singgih W terjadi pada hari Selasa, tanggal 20 Juli 2010 dini hari di depan kantor PLN Jln. Kapten Kasihin (pasar wage) Tulungagung. Menurut saksi korban (pelapor) Bermula ketika Mobil Genio B2926RN melintas di depan Pos Polisi sebelah timur kantor PLN, nyaris menabrak oknum yang sedang menyeberang jalan, setelah mobil bergerak melanjutkan perjalanan, terdengar suara “braaak” di bodi mobil bagian belakang. Karna mobil melaju, saksi korban, Hadi Mun’im berinisiative kembali ke TKP akan menanyakan apa yang terjadi dengan suara “Braaak” di bodi mobilnya di Pos Polisi itu. Saksi memutar ke arah jalan yang sama dengan yang dilewati tadi, pelan pelan berbelok ke kiri  untuk parkir namun sudah disambut dengan terikan “Berhenti-berhenti” dan bodi mobil kira kanan dipukul-pukul oleh beberapa oknum Polisi yang memakai seragam rompi sehingga kaca pintu kanan depan mobil B2926RN itu pecah.
Masih menurut versi saksi korban, setelah mobil berhenti di depan pintu gerbang PLN yang berjarak 10 meter dari Pos Polisi, saksi korban membuka pintu mobil dan langsung disambut dengan “bogem” tangan kosong mengenai mata saksi korban. Beberapa oknum itu langsung menyeret saksi korban ke arah Pos Polisi namun di jegal dan dijagal terlungkup dengan kaki dan tangan di silang di belakang dan kepala ditekan benda keras (sepatu)  di atas trotora yang rimbun. Karna badan saksi korban yang subur itu, dia mengaku tidak bisa bicara apapun “Bagaimana saya bisa mencaci maki Polisi, lha wong bernafas saja sulit !”. katanya. Kemudian saksi korban diborgol dan dievakuasi ke Mapolres.
Beberapa saksi yang dihadirkan JPU mengatakan bahwa sebelum terjadi peristiwa itu saksi korban melintas tiga kali di jalan yang sama sambil membleyer bleyer mobilnya. Satpam bank Permata yang borgolnya dipinjam Polisi, bahkan bersaksi bahwa mobil tersebut zigzag dan hampir menabrak tukang sayur di pasar wage karenanya polisi jaga berusaha memberhentikan mobil saksi korban, namun saksi korban tidak patuh bahkan kembali memutar sehingga dua kali lagi dan saksi sempat mengeluarkan tangan dan mengacungkan jari tengahnya sambil memaki dengan mengatakan “Polisi Anjing!” sehingga terjadi  peristiwa “pemukulan” itu. Ditambahkan oleh terdakwa Amirul Mukminin bahwa dari arah mulut Saksi Korban tercium aroma alkohol.
Saksi Subianto Celemen yang satu mobil dengan saksi korban menafikan kesaksian saksi pilihan penyidik dan terdakwa (penyidik Polisi / Terdakwa juga Polisi), salah satu saksi adalah purnawirawan POLRI, saat kejadian berada di depan Pegadaian Pasar Wage (85 meter dari TKP) yang mengaku mendengar dan melihat saksi korban memaki maki Polisi. Namun saksi lain, pedagang kelapa yang dipanggil JPU dan penyidik, ketika peristiwa itu dia berada 15 meter dari TKP mengaku tidak mendengar adanya teriakan dan maki-makian dari saksi korban. Ketua Majlis Hakim memperingatkan Penjual kelapa ini bahwa di dalam BAP Polisi, saksi mengaku mendengar teriakan maki-makian, “Tolong sekali lagi, apa yang anda dengar dan lihat pada waktu kejadian ?”, Pinta Ketua Majlis. “Saya hanya melihat ada mobil dikejar oleh Polisi yang lari sambil memukul mukul mobil dan mobil berhenti di depan kantor PLN, saya tidak mendengar suara maki-makian apapun dan setelah itu saya tidak tahu apa apa”. Pada kesempatan mendahulu, SMN tanggal 23 Juli 2010 pernah bertanya kepada saksi yang sama di lapak jualanya, bahwa dia melihat sopir mobil hijau di “hajar” polisi muda muda itu. Ibu penjual daun pisang di depan pintu PLN bahkan ketakutan mengakui melihat pemukulan-pemukulan oleh oknum Polisi. “Saya yang menyapu pecahan kacanya, polisi pos jaga yang menyuruh”. Kata Ibu Penjual daun Pisang itu ragu dan ketakutan.
Di pengadilan, Saksi, seorang Purnawirawan POLRI tersebut bahkan diperingatkan oleh Anggota Majlis Hakim karena keteranganya yang berubah. Semula dia mengatakan bahwa saksi mendekat ke TKP dan melihat Saksi Korban terlungkup di trotoar dan tangan diborgol di belakang. Namun pada kesempatan lain mengatakan bahwa saksi tidak melihat dengan jelas karena saksi hanya lewat sambil berbelanja. Namun penggalian pertanyaan perihal kesaksian yang berubah-ubah ini diinterupsi oleh Ketua Majlis  sehingga penggalian ke arah kesungguhan kesaksian saksi purnawirawan ini tidak berlanjut.
“Sayang sekali, JPU Tinik Purwati S.H juga tidak menanyakan hal yang mendasar untuk betul-betul menuntut terdakwa sesuai peranya sebagai Jaksa Penuntut Umum, sangat terkesan formalitas”. Kata Ahmad Dardiri kakak korban yang juga direktur LSM Am2 Kahuripan usai sidang. “Perhatikan bahwa perlu enam bulan untuk membawa oknum di meja hijaukan, itu-pun saya harus lari ke mabes Polri lebih dahulu, ke Kejakgung juga!, jika korbanya masyarakat awam?, apa yang terjadi?, jika pelaku pengeroyokan bukan oknum?, pasti sudah selesai dan pelaku sudah meringkuk di penjara, Jangan Menegakkan Hukum saja ! Tegakkan Keadilan !”. Lanjutnya.  Terdakwa dijerat pasal 170 KUHP pengeroyokan junto 335 perbuatan tidak menyenangkan. “Kenapa pasal karet ?. kan korban diborgol ber-jam jam, di biarkan di Polres Tulungagung, sehingga saya paksakan pulang dalam keadaan terborgol, di buka di rumah !!”. kenapa tidak pasal “333, menghilangkan kemerdekaan orang ??”. Sergah Ahmad Dardiri lagi.
“Kasus ini sederhana namun pasti akan berbuntut panjang karena pelakunya oknum dan ancaman sanksinya berat, bisa bisa pemecatan, masuk Polisi susah dan mahal !” Kata Ahmad Dardiri lagi, “Saksi korban sebenarnya telah memberikan beberapa alat bukti petunjuk kepada JPU dan penyidik namun ternyata Majlis Hakim belum memilikinya”. Hadi Mun’im sebagai saksi korban menambahkan keterangan kepada SMN bahwa ketika menyerahkan bukti petunjuk ke meja Majlis Hakim, Hadi Mun’im melihat terdapat foto reka ulang di TKP, reka ulang rekayasa yang mana saksi korban diperankan oleh salah satu penyidik, dan saksi korban tidak di-ikutsertakan. “Ini lah yang menjadi ganjalan dan akan menjadi panjang karena hukum dipermainkan oleh para pemegang kendali hukum, bukan ahli dalam menegakkan keadilan”. Kata Ahmad Dardiri. “Alat bukti Borgol juga di-tiadakan !! Mana keseriusanya menegakkan keadilan di Tulungagung?”.
Sejak awal, kesulitan mencari keadilan dalam perkara ini sudah terasa. Waktu yang panjang dan melelahkan karena harus mengadu ke Kapolda Jatim dan Ke Mabes dan Kompolnas. “Kejadianya tanggal 20 Juli 2010, karena penyidik pidana umum enggan menerima laporan pidana umum-nya, hanya ngulek-uthek tindakan disiplin internal, maka Tgl 26 Juli 2010 Saksi Korban mengadu ke Polda Jatim, pada saat itu pula, saksi Korban dilaporkan Polisi oleh oknum polisi karena melakukan penghinaan”. Kata Ahmad Dardiri. “Jadi, sidang ini dua sessi, satu sessi menjadi terdakwa penghinaan,  dan ke dua sebagai saksi korban pengeroyokan, apakah kelak mengharuskan saya ke Komisi Yudisial juga?, di sana juga ada Pak Ahmad  Dardiri toh?”. Katanya menutup interview. (dian)
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

0 Response to "Perlu Enam Bulan Menuju Meja Hijau, Sidang Terkesan Formalitas"


KLINIK KANG JANA

KLINIK KANG JANA