Ponorogo Butuh Lahan 5 Hektar untuk Perluasan TPA, Minimnya Anggaran Jadi Kendala
Posted in |
PONOROGO,
SMN - Hampir
disetiap daerah, sampah menjadi masalah
yang perlu perhatian serius dari pemerintah setempat. Karena pengelolaan sampah
yang asal-asalan akan menimbulkan berbagai masalah di berbagai sektor. Apalagi setelah keluarnya UU no. 18
tahun 2008 maka setiap daerah dianjurkan untuk mengelola sampah dengan sistem Sanitary Landfill (sistem mengelola sampah dengan cara menimbun sampah dengan tanah
setiap hari). Dan bagi daerah yang masih menerapkan sistem Open Dumping atau pembuangan sampah secara terbuka maka akan
dikenakan sangsi pidana.
Berbicara tentang kebersihan dan
keindahan kota maka hal ini menjadi wewenang dari dinas PU khususnya bidang
Kebersihan dan Pertamanan. Di Ponorogo pengelolaan sampah masih menemui beberapa
kendala. Hal ini dikarenakan kondisi Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) sampah yang
usianya sudah lebih 15 tahun, makin penuh dan harus segera dibenahi. Perluasan
lahan pembuangan sampah (TPA) di desa Mrican kecamatan Jenangan inipun mutlak
diperlukan mengingat volume sampah yang makin padat. “TPA kita sudah berusia
sekitar tujuh belas tahun dan kondisinya makin penuh. Dari tiga zone yang ada dua
zone sudah penuh dan zone ketiga pun akan penuh. Jadi perluasan lahan sangat
mutlak diperlukan agar TPA ini tetap memenuhi standart”,
tutur Wahyudi kabid Kebersihan dan Pertamanan dinas PU Ponorogo.
Lebihlanjut Wahyudi menjelaskan
bahwa standart untuk TPA 15 tahun tutup.
Sejauh ini TPA di Mrican masih dalam kondisi layak namun harus segera dilakukan
perluasan lahan. Mengingat TPA Mrican menampung semua sampah dari 27 Tempat
Pembuangan Sementara (TPS) yang ada di Ponorogo. Dari 27 TPS 22 berada di kota
dan 5 lainnya diluar kota yakni di Jetis, Balong, Sumoroto, Kedungbanteng dan
TPS di Gontor. “Sebenarnya masalah utama adalah anggaran yang minim padahal
untuk memperluas lahan TPA dibutuhkan anggaran sekitar lima milliar. Masyarakat
sekitar sana sih nggak ada masalah mbak, jangankan tiga atau lima hektar, sepuluh hektar pun mereka
siap”, imbuh
Wahyudi.
Kurangnya prasarana untuk
mengambil sampah juga menjadi kendala lain dalam bidang kebersihan. “Saat ini
kami ada dua dumtruk dan lima amrol, itupun kondisinya sudah tua dan tidak
layak. Padahal standart kami memerlukan 10 armada agar bisa mengangkut sampah
secara rutin dari 27 TPS yang ada di seluruh Ponorogo”,
jelas Wahyudi.
Dia berharap agar pemerintah
daerah segera menanggapi surat pengajuan pihaknya terkait anggaran untuk
perluasan lahan TPA dan penambahan
armada pengangkut sampah. “Sebenarnya dari pemerintah provinsi siap membantu namun syaratnya harus ada lahan
seluas lima hektar untuk TPA. Kalau kita sudah ada lahan sesuai standart
jangankan hanya truk mbak, TPS pun akan dibenahi oleh pihak provinsi”, imbuhnya.
Hal itu senada dengan yang
disampaikan oleh Ir. Hari Subito, MM kepala dinas PU Ponorogo. “Memang benar
mbak bahwa kita butuh perluasan lahan sekitar lima hektar untuk TPA sesuai
dengan anjuran dari provinsi. Namun saat ini
kita masih berusaha untuk mengajukan ke pemerintah daerah. Semoga segera
ditanggapi sehingga TPA kita dapat dibenahi sehingga tetap memenuhi standart”,
terang Subito.
Selain kebersihan, keindahan
suatu kota juga akan menjadi ciri khas dan jatidiri kota tersebut. Indahnya
taman kota dengan tanaman nan hijau akan jadi pemandangan yang menyejukkan
mata. Hal itu akan makin menawan bila didukung oleh penerangan lampu jalan yang
memadai ketika malam hari. Trotoar yang rapi dengan ayoman pohon hijau yang
asri tentu membuat nyaman para pejalan kaki.
Di Ponorogo trotoar sepanjang kurang lebih 32 kilometer
dari 21 ruas jalan protokol kondisinya banyak yang rusak. Pot-pot pohon ayoman pun
hampir semuanya pecah dan jauh dari kata layak. Pemandangan ini dapat kita
lihat di sepanjang jalan Diponegoro dan jalan-jalan protokol lainnya. “Sudah sepuluh tahun lebih tidak ada perbaikan
di trotoar dan pot pohon ayoman , jadi kondisinya memang tidak layak. Taman di
alun-alun pun tidah seindah dulu lagi”, terang
Wahyudi.
Lagi-lagi masalah anggaran jadi
kendalanya. Dia mengatakan butuh dana sekitar
4 milliar untuk renovasi alun-alun.
“Saya punya rencana untuk membuat pagar pembatas dari keramik setinggi 30
sentimeter di sekililing alun-alun. Jadi ada batasan mana wilayah alun-alun dan
area pedagang kaki lima”, imbuh Wahyudi.
Karena alun-alun Ponorogo menjadi
pusat kegiatan budaya maka tidak dimungkinkan untuk membuat pagar keliling
seperti alun-alun di kota lain. Sedangkan untuk penerangan jalan umum (PJU)
dinas PU cukup kewalahan dengan banyaknya
PJU liar karena itu menambah
biaya tagihan listrik setiap bulannya. “Tagihan listrik kita untuk PJU sebesar
empat ratus lima puluh juta tiap bulan. Dan pajak penerangan jalan sekitar
sembilan milliar per tahun padahal
anggaran yang ada hanya duaratus juta setahun. Jadi saya hanya bisa
memprioritaskan PJU di alun-alun dan kawasan tertib lalu lintas yakni sepanjang
jalan Diponegoro, Sriwijaya dan arah terminal”, keluh
Wahyudi.
Dia mengatakan pihaknya merencanakan
program meterisasi untuk menekan tagihan listrik tiap bulannya. “Karena
banyaknya PJU liar maka PLN memakai sitem curah atau dihitung secara global
untuk tagihan listrik PJU diseluruh Ponorogo. Maka apabila ada anggaran program
prioritas saya adalah meterisasi di setiap kecamatan. Jadi akan jelas
berapa pemakaian listrik setiap bulannya
untuk penerangan jalan umum”, jelasnya.
Berbagai program dan direncanakan
tentu tidak akan terealisasi tanpa didukung adanya anggaran yang sesuai. Semoga
pemerintah daerah segera menanggapi usulan dari dinas PU sehingga akan terwujud
kota Ponorogo yang bersih, hijau, indah dan asri. (any/wid)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Ponorogo Butuh Lahan 5 Hektar untuk Perluasan TPA, Minimnya Anggaran Jadi Kendala"
Post a Comment