Warga Serangan Denpasar Menyangsikan Kematian Penyu Titipan BKSDA Bali


Penyu-penyu yang diambil saat akan
dilepaskan di Pantai Mertasari Sanur

BALI, SMN - Seperti diberitakan SMN sebelumnya, BKSDA Bali membantah pernyataan I Wayan Raga, pemilik penangkaran penyu PT. Citra Taman Penyu atas kematian penyu hijau sejumlah 6 ekor dari 33 ekor penyu yang dititipkan sementara.
Bahkan bukan saja bantahan yang disampaikan Sumarsono, Kepala Seksi Wilayah 1 Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, dalam pelepasan penyu yang dilakukan pihaknya di Pantai Merta Sari, Sanur itu (Kamis, 13/12), dihadiri Darori, Dirjen PHKA, Direktorat Polair Polda Bali serta pihak terkait lain, itu untuk sebanyak 24 ekor dari 30 ekor yang sedianya akan dilepas. Dan diakui pihak BKSDA Bali, 6 ekor tersisa tidak jadi dilepas lantaran sakit. Sementara 3 ekor lain dari jumlah total 33 ekor penyu sitaan itu, akan dijadikan contoh barang bukti penyidik dalam pendalaman kasus penyelundupan.

Anehnya, sehari setelah upaya pelepasan dilakukan, BKSDA Bali meralat bantahannya. Dan mengaku bahwa telah terjadi kesalah pahaman. Kemudian membenarkan pengakuan I Wayan Raga, pemilik penangkaran yang belakangan disebut berbadan hukum sebuah yayasan bernama Yayasan Pelestari Penyu (YPP) Serangan, bukan lagi PT. Citra Taman Penyu padahal nama masih digunakan Raga, terkait kematian 6 ekor penyu hijau yang dititipkan sebelum akhirnya dilepas pihak BKSDA Bali di pantai Merta Sari, Sanur itu.
“Ternyata benar, 6 ekor penyu itu mati. Kami hanya belum dapat laporan saja. Dan nanti akan dibuatkan BAP oleh pihak resort (dimaksud bagian di BKSDA Bali, khusus menangani itu red),” jelas Sumarsono, kepada wartawan ketika dikonfirmasi terkait hasil penelusuran pihaknya tentang kematian penyu itu.
Aneh tapi nyata. Itulah kalimat tepat untuk penjelasan Sumarsono. Membenarkan kematian penyu yang jelas-jelas saat pelepasan terdapat 30 ekor dan 3 ekor sisanya diakui untuk contoh barang bukti penyidik. Ia pun bahkan menyebutkan, dari 30 ekor yang sedianya akan dilepas, 6 diantaranya berkondisi sakit. Alias tidak jadi dilepas dan diakui akan kembali menjadi hewan titipan sementara pihaknya di penangkaran.
Hal itu juga yang menimbulkan kecurigaan masyarakat Serangan. Bahkan secara umum tidak percaya atas pengakuan penyu mati yang dilontarkan pemilik penangkaran. Alasannya, selain merupakan barang bukti atau merupakan penyu sitaan Polda Bali dan menjadi titipan sementara BKSDA Bali, saat pelepasan yang dilakukan tidak disebutkan adanya kematian penyu. Itu menurut warga, merupakan satu tindakan tidak transparan. Tindakan terkesan menutupi atas kondisi sebenarnya terjadi pada hewan langka dilindungi dan disakralkan umat Hindu tersebut.
“Dari awal, kami sudah curiga. Saat penitipan sementara tidak diketahui warga. Kemudian ada pengakuan mati 6 ekor, bangkainya ditenggelamkan dilaut dan diberi pemberat tidak ada BAP-nya. Terakhir, jelas-jelas yang akan dilepas 30 ekor, dan 3 sisanya untuk barang bukti, namun membenarkan adanya kematian. Lantas, yang 6 ekor dari 30 ekor akan dilepas itu penyu darimana?” ujar warga Serangan yang enggan namanya dikorankan.
Kecurigaan warga atas indikasi permainan untuk maksud tertentu itu, diakui bukan tidak beralasan. Melainkan karena mengetahui track record pemilik penangkaran (I Wayan Raga red). Disebutkan bukan hanya sekali berurusan hukum atas aksi illegal terhadap penyu yang menjadi objek konservasi dan penangkaran  perusahaan milik keluarganya yang telah turun temurun itu.
I Made Mudana Wiguna, selaku Bendesa Adat Serangan, Denpasar, pun tidak menyalahkan jika warganya mencurigai atas aksi terkesan menutupi dilakukan pihak BKSDA Bali salah satunya saat melakukan penitipan penyu sitaan Polda Bali itu diwilayah Serangan. Pasalnya, sebagai aparat penegak hukum seharusnya mampu bertindak seperti yang diharapkan warga tersebut. Bertindak transparan, apalagi terhadap hewan langka dilindungi dan di-sakralkan umat Hindu termasuk dirinya dan sebagian besar masyarakat Serangan dan Bali secara umum.
“Saya, selaku Bendesa Adat Serangan, pun tidak mengetahui ada penyu sitaan dititipkan di PT. Citra Taman Penyu. Justru warga Serangan yang menyebutkan, ada berita di koran bahwa ada penitipan penyu dilakukan diserangan. Jadi wajar menurut saya, jika warga selaku masyarakat tempat penitipan, mengaku curiga,” tegas Bendesa Wiguna.
Seharusnya, lebih lanjut Wiguna menegaskan, pihak kepolisian termasuk pihak BKSDA Bali menginformasikan penitipan yang dilakukannya. Itu supaya masyarakat termasuk dirinya selaku yang ditokohkan oleh masyarakat Serangan, mengetahui bahwa terdapat hewan jenis dilindungi dan disakralkan umat Hindu dititip diwilayahnya.
Hal demikian, kata dia, disamping upaya transparansi, sekaligus untuk menghindari terjadinya hal-hal tidak diharapkan. Diantaranya, terjadi upaya jual beli illegal yang selama ini terlanjur menjadi predikat bagi wilayah Serangan.
“Serangan sudah menjadi buah bibir. Disebut merupakan tempat jual beli penyu illegal. Itu yang miris kami dengar. Padahal kami, saya secara pribadi atau mewakili masyarakat Serangan, menolak tegas hal itu terjadi. Apalagi jika dilakukan dengan kedok konservasi,” tegasnya lagi.
Wiguna berharap, baik pihak polisi ataupun BKSDA Bali, kedepan bisa lebih transparan. Bisa lebih terbuka terhadap masyarakat dalam upaya perlindungan salah satunya terhadap penyu hijau yang dilakukan. Dan Desa Serangan, kata dia, sudah sejak lama memiliki Taman Penyu sebagai tempat konservasi. Sehingga penitipan sepatutnya tidak dilakukan terhadap pusat penangkaran milik pribadi atau perorangan.
Hal senada terkait transparansi aparat terkait, juga dilontarkan Ida Bagus Windia, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Mengingat penyu itu merupakan barang bukti hasil sitaan Polair Polda Bali dari aksi penyelundupan. Sehingga upaya yang dilakukan kemudian, harus benar-benar jelas alias diketahui publik.
“Sudah seharusnya masyarakat turut mengetahui. Termasuk terhadap kondisi apapun terjadi pada penyu sitaan selanjutnya menjadi hewan titipan BKSDA. Jika kemudian diakui mati, harus ada BAP-nya karena penyu itu merupakan barang bukti hasil sitaan,” jelas pria yang sempat sekitar 6 tahun bergabung dengan lembaga perlindungan hewan langka atau WWF itu.
Informasi terakhir yang didapat Koran ini, BKSDA Bali kembali mengamankan 22 ekor penyu hijau dari aksi penyelundupan yang melibatkan seorang oknum anggota Polair Polda Bali yang ditangkap masyarakat sekitar Pantai Pandawa, Kuta Selatan, Badung pada Kamis (27/12/2012). Oknum anggota Polair Polda Bali itu berinisial MR, dan saat sudah diamankan dan kasusnya ditangani Polresta Denpasar. (Wir)
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

0 Response to "Warga Serangan Denpasar Menyangsikan Kematian Penyu Titipan BKSDA Bali"


KLINIK KANG JANA

KLINIK KANG JANA