HUT Kota Kediri Ke-1.134, Manusuk Sima Tanpa Sembelih Cemani
Posted in |
KEDIRI - Upacara Manusuk Sima dalam
peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-1134 Kota Kediri
berlangsung berbeda. Sejumlah, ritual yang biasa menyertainya dihilangkan.
Diganti dengan tausyiah Ramadan dan buka puasa bersama. Dimulai sekitar pukul
16.30, upacara berlangsung di sekitar area Sumber Kwak yang masuk kawasan
wisata Taman Tirtayasa.
Upacara hanya ditandai dengan pembacaan prasasti
Kwak oleh Agus Suharmaji, Kabid Pendidikan Menengah (Dikmen) Dinas Pendidikan
(Disdik) Kota Kediri. Dia diiringi tiga petugas lain yang sama-sama berpakaian
serba putih.
Setelah
itu, dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng oleh Walikota Kediri Samsul Ashar.
Potongan tumpeng disertai bumbu dan telur, kemudian diberikan kepada Makudur. Ritual
pemotongan tumpeng itu mengandung maksud, sebagai rasa syukur atas nikmat yang
diberikan sang maha peciptka. Sementara telur dan bumbu memiliki arti sebagai
cikal bakal alias asal mula manusia.
Upacara
kemudian dilanjutkan dengan tausyiah oleh KH Abdul Jalil atau Gus Ab dari
Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah Bandar Kidul, dilanjutkan dengan buka puasa
bersama. Tak ada ritual pembakaran dupa, penyembelihan ayam cemani, atau ritual
lain yang biasa rnengiringi.
”Bertepatan
dengan ramadan, petika manusuk sima hanya sederhana. Mudah-mudahan ke depan
bisa melakukan seperti sediaka kala. Ada penyembelihan ayam cemani, kemudian
ada apa itu cepu. Upacara ini menggambarkan, apabila ada yang melanggar aturan
di Kota Kediri ini akan mendapatkan malapetaka”, ujar Walikota Samsul Ashar,
Sabtu (27/7/13) petang.
Dinas
Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Nur Muhyar bertindak sebagai
sekretaris panitia peringatan hari jadi Kota Kediri. Peserta yang hadir dari
para pejabat di lingkup pemkot. Tak ada tamu undangan dari luar. Apalagi, turis
mancanegara yang tahun-tahun lalu ikut datang untuk menyaksikan Manusuk Sima.
Untuk
diketahui, upacara Manusuk Sima dilakukan untuk memperingati pemberian tanah pardikan
oleh Raja Rakai Kayuwangi di zaman Mataram Kuno kepada Mpu Catura, tokoh agama
di Kediri.
Hal
itu dinyatakan dalam Prasasti Kwak. Di dalamnya disebutkan bahwa tanah tersebut
bisa dimanfaatkan untuk penanaman hasil bumi. Di dalamnya juga terdapat larangan-larangan
yang tidak boleh dilakukan di atasnya.
”Dibuat
sesederahana itu. Sebenarnya ada dua rangkaian, karena situasi ramadan,
sehingga tidak mungkin dilakukan. Prosesi tentang penyerahan pusaka, dan kirab
pusaka dari Tirtoyoso ke Balai Kota Kediri,” ungkap Nur Muhyar.
Upacara
Manusuk Sima, imbuh Nur Muhyar, memiliki makna secara umum yaitu untuk
mengenang kembali tentang kebesaran Kota Kediri di masa lalu, untuk memberi
rasa bangga masyarakat Kota Kediri
Sedangkan
makna secara khusus upacara, upacara adalah untuk memperingati penyerahan
sebidang tanah atau sima oleh Raja Rakai Kayuwangi di zaman Mataram Kuno kepada
Mpu Catura, dengan ketentuan-ketentuan khusus. (kan)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "HUT Kota Kediri Ke-1.134, Manusuk Sima Tanpa Sembelih Cemani"
Post a Comment