Sudah Diputus MA Eksekusi Lahan di Tanjung Benoa 5 Kali Gagal



BADUNG, SMN - Konflik kepemilikan lahan di Tanjung Benoa, Badung terus berlanjut. Termohon eksekusi lahan seluas 7650 meter persegi itu masih bersikukuh mempertahankan lahan yang hingga kini ia tempati. Bahkan dirinya, konon terus berjuang mencari fakta-fakta baru diluar persidangan untuk memperkuat penegasan bahwa dirinyalah pemilik lahan itu.
Padahal, hasil sidang yang ia ditempuh, baik dari Pengadilan Negeri Denpasar dan berlanjut pada persidangan di Pengadilan Tinggi Denpasar atas proses banding yang diajukannya, sudah menetapkan bahwa kepemilikan lahan adalah dari keluarga Puri Ukiran. Hasil sidang memutuskan bahwa dirinya harus segera mengosongkan lahan dan menyerahkan kepada pemiliknya yakni dari Puri Ukiran.

Idit penghuni lahan itu tidak juga bergeming atas putusan itu. Ia kembali memilih banding ke tingkat kasasi walau pada akhirnya ia harus mengalami kekalahan. Mahkamah Agung kembali menegaskan putusan sidang sebelumnya. Dan menyatakan bahwa surat-surat yang diajukan dalam persidangan dan dianggap sebagai alat bukti kepemilikannya, tidak sah sehingga ia harus mengosongkan dan menyerahkan lahan.
“Ia kembali tidak menerima putusan itu. Kemudian mengajukan PK, namun kembali ditolak oleh MA,” ungkap I Gede Ngurah Arya Winaya, SH., MH, Panitera Pengadilan Negeri Denpasar, didampingi I Ketut Sulendra, SH, Wakil Panitera, kepada wartawan.
Peninjauan Kembali yang diajukannya ditolak MA, bukan lantas Idit sadar dan menyerahkan lahan itu sesuai amanat putusan persidangan. Idit tetap menolak untuk mengosongkan lahan. Padahal, menurut Winaya, saat pengajuan PK Idit telah membuat pernyataan, jika PK-nya ditolak MA ia akan secara sukarela menyerahkan lahan itu dan mengosongkannya seperti yang diharapkan pemohon eksekusi.
Atas tindakan itu, Idit dinilai telah ingkar janji. Pernyataan yang dibuatnya dianggap hanya sebagai alat untuk mengulur waktu supaya eksekusi tidak berjalan, bahkan diharap batal. “Kami pun merasa dibohongi olehnya. Menyatakan akan menyerahkan secara sukarela lahan itu, kenyataan tetap bertahan hingga sekarang,” tandas Winaya, diamini Sulendra.
Keputusan MA atas proses kasasi yang diajukan bersangkutan, diputuskan pada 10 Februari 2010 dengan nomor 2015K/PDT/2009. Sementara penolakan terhadap PK (Peninjauan Kembali) yang diajukan bersangkutan, diputus pada 10 Juli 2011 bernomor 85PK/PDT/2011. Dan atas putusan itu Pengadilan Negeri Denpasar telah menyerahkan semua data terkait lahan itu kepada pemiliknya sesuai keputusan MA.
Sementara itu, proses eksekusi pengosongan lahan kendati sudah menjadi keputusan MA tak kunjung dituntaskan. Alasannya pun klasik, yakni factor keamanan. Pihak Polda Bali menyatakan bahwa kondisi lapangan tidak kondusip untuk menjalankan proses eksekusi.
Alhasil eksekusi pengosongan lahan terus mengalami kegagalan. Bahkan terakhir, tepatnya Rabu (31/10/2010) merupakan eksekusi ke-5, pun dinyatakan batal. Eksekutor dari PN Denpasar mengaku mendapat informasi dari pihak Kelurahan Tanjung Benoa, bahwa kesatuan polisi dari Polda Bali tidak bisa mengawal proses eksekusi. Disebutkan karena berbenturan dengan persiapan pelaksanaan BDF (Bali Democracy Forum) yang digelar di Nusa Dua, Bali.
“Mendapat laporan itu, kami pihak eksekutor tidak bsia berbuat banyak. Kami hanya pelaksana proses. Dan itu tergantung dari kondisi lapangan menurut pantauan pihak kepolisian,” ujar Winaya, yang turut dibenarkan Sulendra.
Hingga pertengahan November ini, proses eksekusi tak kunjung dijalankan. Padahal masyarakat sekitar lahan atau  warga Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, telah menyatakan sikap supaya eksekusi tegas dijalankan. Pihak eksekutor diharapkan tegas menjalankan tugas yang telah diamanatkan.
“Jika proses eksekusi berlarut seperti ini, otomatis berdampak terhadap ketidaknyaman. Ini Negara hukum. Petugas harus tegas melaksanakan tugas. Jangan ‘memble’ kemudian eksekusi dibatalkan seperti terjadi selama ini,” ujar Wayan Renten, pria yang ditokohkan oleh warga Tanjung Benoa, kepada wartawan.
Alasan warga berharap agar eksekusi pengosongan lahan itu segera tuntas, diakui Wayan Renten, karena menggangu aktivitas pariwisata. Mengingat dalam pelaksanaan eksekusi, selain petugas dan para pihak, terdapat masyarakat diluar kasus turut terpancing untuk menyaksikan proses itu. Alhasil, eksekusi pun menjadi pusat kerumunan dan keramaian warga. Dan dampak itu yang menjadi alasan, para turis takut. Dianggap sebagai aksi demo masa.
“Akhirnya mereka takut. Kemudian meninggalkan wahana pariwisata yang ada dan dikelola pengusaha sekitar. Jika sudah seperti itu, pengelola wisata dan warga merasa turut dirugikan,” tandas Renten.
Selain kepada petugas, Renten juga berharap supaya penghuni lahan mau menerima keputusan hukum. Itu apalagi sudah menjadi keputusan pengadilan tertinggi di negeri ini yakni tingkat Mahkamah Agung. Artinya, kendati pihak penghuni lahan bersikukuh menolak, analisa hukum sudah membuktikan bahwa lahan harus dikosongkan mengingat bukti-bukti yang dimiliki pemilik lahan atau pemohon eksekusi sudah teruji dan terbukti kebenarannya.
“Tolong, Tanjung Benoa jangan menjadi korban. Objek wisata Tanjung Benoa sudah dicap sebagai terindah, bahkan pada tingkat dunia. Wisata Bahari yang telah kami bina sehingga menjadi seperti saat ini, tolong dijaga,” tegas Renten.
Informasi yang berhasil dihimpun Suara Media Nasional, saat ini Idit yang ternyata bersama beberapa pemilik lain lahan yang telah bersertifikat Hak Milik nomor 113, 114, 349 dan 350 seluas 7650 meter  persegi itu tengah mengajukan fakta baru terkait kepemilikan lahan. Dan konon, itu berpengaruh pada proses eksekusi sehingga menjadi tidak jelas kapan kembali dilaksanakan. Padahal, pihak PN Denpasar sudah menyatakan, eksekusi tetap berjalan kendati termohon mengajukan kasus hokum apapun karena sudah menjadi keputusan bahkan di tingkat MA. (Wir)
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

0 Response to "Sudah Diputus MA Eksekusi Lahan di Tanjung Benoa 5 Kali Gagal"


KLINIK KANG JANA

KLINIK KANG JANA