Wapres Boediono Hadiri Seminar Internasional di Universitas Brawijaya Malang
Posted in |
Malang,
SMN - Bertepatan
dengan momen lustrum X UB pada selasa 12-14 juni 2012 menyelenggarakan Seminar
Internasional bertema ‘innovative governance‘. Penyelenggaraan seminar ini
berkolaborasi dengan Asosiasi Sarjana dan Praktisi Administrasi (ASPA)
Indonesia dan kegiatan konferensi tahunan Indonesi Association For Public
Administration atau IAPA Annual Conference 2012.
Persiapan seminar internasional itu
telah di mulai sejak Agustus 2011 lalu, yang di dahului roadshow berbagai
kegiatan pengembangan bidang studi ilmu administrasi public, seperti workshop
Sertifikasi Profesi Administrasi Publik di FIA UB dan lokakarya konten mata
kuliah di beberapa perguruan tinggi di Indonesia.
Seminar ini juga merupakan
kelanjutan kegiatan tahunan Konferensi Administrasi Negara (KAN) ke-4 yang
diadakan di Makassar juli 2011 lalu. Sedangkan tema ‘innovatie governance’ di
pilih karena dewasa ini pemerintah semakin membutuhkan adanya ide-ide kreatif nan
cerdas untuk menjawab permaslahan publik. Maka melalui seminar ini dapat terjadi
sharing keilmuan dan pengalaman dari para pakar yang dapat menginspirasi
inovasi dan kreatifitas pemerintah dalam penyelesaian urusan public yang
semakin kompleks.
Dalam
acara tersebut dihadiri Wakil
Gubernur Jatim, Saifulah Yusuf, Ketua ASPA Indonesia, Fadel Muhammad, serta
Rektor Universitas Brawijaya, Yogi Sugito,
Kegiatan ini
dibuka langsung oleh Wakil Presiden RI Boediono.
Wakil
Presiden Republik Indonesia (Wapres RI), Prof. Dr. Boediono menyampaikan
reformasi birokrasi merupakan upaya berkesinambungan untuk melakukan perubahan
dan menata birokrasi baik ditingkat pusat maupun daerah guna mencapai standar
yang dibutuhkan sebuah negara demokrasi yang modern.
Mengutip
Weberian, ia menyatakan bahwa birokrasi merupakan mesin yang dibagi menjadi
beberapa bagian sesuai fungsi dan aturan yang dijalankan secara sempurna.
Didalamnya, hubungan antara bagian diatur secara impersonal dimana pegawai
dipilih berdasar kualifikasi teknis.
Birokrasi
seperti ini, menurutnya tidak berjalan pada awal pemerintahan Amerika Serikat
yang justru mengadopsi model Yunani Kuno. Pada model ini, kota kecil memilih pejabatnya secara demokratis untuk berbagai
fungsi. Di Amerika juga, pada abad ke-19, birokrasi diperlukan untuk
menjalankan roda pemerintahan yang jauh lebih kompleks.
Dengan
kondisi ini, Woodrow Wilson kemudian berinisiatif untuk memisahkan antara
politik dengan administrasi publik. "Sejak itu, mereka menjadikan
administrasi publik sebagai profesi," Ujarnya.
Berdasar
Undang-Undang yang berlaku di Amerika Serikat, tugas-tugas pemerintah harus
dibagi berdasar pada merit sistem. Merit sistem ini didasarkan pada pengabdian,
seragam kompetensi dan kemampuan. "Administrasi publik dijalankan sebagai
manajemen kerja dan bukan mesin kerja," terangnya.
Selanjutnya Budono juga mengkritik masih banyaknya
pejabat eksekutif negara yang dikirim untuk ikut pendidikan dan pelatihan (diklat)
setelah pengangkatannya.
Bangunan birokrasi di daerah tidak jarang dibiarkan
menjadi korban tarik menarik kepentingan politik sempit dan bahkan kepentingan
perorangan."Bahkan, pemda-pemda yang ukurannya sama dengan perusahaan
besar, tidak memiliki manajer keuangan yang benar-benar profesional dan
handal," kata Wapres.Ia menambahkan dalam antusiasme untuk menerapkan
pengendalian oleh masyarakat, Wapres menilai, justru kehilangan perhatian pada
upaya meningkatkan produktivitas. "Birokrasi pemerintah pusat
bertambah besar walau fungsinya berkurang," kata Boediono.
Menurutnya, pada saat pemerintah menginginkan perubahan
cepat menuju demokrasi, banyak pegawai negeri beralih menjadi politisi, dan
banyak politisi melihat birokrasi dan sumber daya terkait sebagai domain
pengaruh politisi. (Az)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Wapres Boediono Hadiri Seminar Internasional di Universitas Brawijaya Malang"
Post a Comment