Diduga Adanya Markus di SMPN 1 Ngasem
Posted in |
Kediri, SMN
Dunia pendidikan pada saat ini selalu melakukan budaya-budaya yang tidak mulia alias perbuatan yang naïf dilakukan. Misalnya adanya Makelar Buku Sekolah/LKS (MARKUS) di SMPN 1 NGASEM, sekolah jelas-jelas sebagai penentu diterima tidaknya penawaran sales dari penerbit buku LKS (lembar kerja siswa). Jelas ada kemungkinan sekolah mendapatkan royalty / Vi yang lumayan dari pihak penerbit.
Setelah adanya laporan dari masyarakat, tim SMN melakukan konfirmasi dengan Kepala SMPN 1 Ngasem mengatakan bahwa pihak sekolah tidak menjual, hanya membantu siswa menyalurkan ke pihak sales/penerbit. Berdasarkan informasi dari orang tua siswa menuturkan perincian pembayaran kelas I sebesar Rp 110.500,00 kelas II sebesar Rp 110.500,00, kelas III sebesar Rp 110.500,00 untuk semester genap.
Ini menunjukkan bukan gambaran seorang pendidik yang professional yang jelas-jelas dengan sengaja melanggar dari landasan hukum LKS dan peraturan pemerintah juga menandakan bahwa sekolah sudah kekurangan akan budi dan nurani yang baik.
Pemerintah sudah dengan tegas mengambil sikap melarang para pendidik dan tenaga kependidikan berkontammsi oleh virus-virus yang mengubah fungsi pendidikan menjadi agen penjualan, dan juga tidak lagi mencari penghasilan tambahan dengan menggunakan kekuasaan / kewenangannya.
Ironisnya SMPN 1 NGASEM telah melakukan kegiatan larangan pemerintah. Masyarakat bertanya-tanya apakah kemungkinan ketentuan larangan menjual buku LKS tidak tersosialisasikan dengan baik? artinya para guru dan kepala sekolah tidak paham bahwa sebetulnya ada sanksi khusus pada lembaga yang melanggar karena tidak bisa memberikan gambaran baiknya kualitas yang bersangkutan.
Permendiknas sudah mengatakan disamping LKS tidak efektif juga akhirnya membebani pada masyarakat dalam pembayaran pendidikan. Kita coba kembali pada zaman sebelumnya. Para guru menerangkan didepan secara baik., murid mencatat materi yang diterangkan. Tapi sekarang berbeda dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan keaktifan siswa lebih diminta dalam pembelajaran guru hanya mengambil 20% dalam proses pembelajaran.
Siswa dituntut efektif dalam mencari sumber dan lebih dahulu menyelesaikan materi. Atas dasar inilah siswa diwajibkan membeli buku. Siswa belajar dirumah dan dikelas dirasa sukar, baru guru menerangkan. Apakah system ini efektif ? apakah dengan system ini siswa benar-benar menguasai materi? Guru hanya sebagai pelengkap. Guru mereka adalah buku bukan guru yang duduk didepan kelas. Banyak sekarang murid tidak menghargai dan menghormati guru. Karena buku adalah guru. Bersambung…. (tim)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Diduga Adanya Markus di SMPN 1 Ngasem"
Post a Comment