MUSDA Ke-14 Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan 'Aisyiyah Kabupaten Tulungagung


Musda Muhammadiyah ke-14
Tulungagung, SMN
Pada tanggal 15 januari 2011 bertempat di Hotel Istana Tulungagung, MUSDA ke-14 pimpinan daerah Muhammadiyah & 'aisyiyah Kabupaten Tulungagung dilaksanakan, Muhammadiyah adalah terbentuknya perilaku individu dan kolektif seluruh anggota Muhammadiyah yang menunjukkan keteladanan yang baik (uswah hasanah) menuju terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Tatanan masyarakat seperti ini dapat ditafsirkan sebagai citra masyarakat utama, yaitu masyarakat yang unggul di berbagai bidang, utamanya akhlak masyarakatnya dan unggul dalam aspek kehidupan politik, ekonomi dan budaya.
Usaha Muhammadiyah memperbaiki ekonomi anggota dan umat mendorong rencana kongres besar produksi dan niaga Muhammadiyah pada 1966. Dua tahun berikutnya, 1968, Muktamar ke-37 di Jogyakarta menetapkan program pemasa (pembangunan masyarakat desa), sehingga dibentuklah biro pemasa sebagai pelaksana. Pokok pandangan Muhammadiyah terhadap pembangunan desa tersebut merupakan strategi dakwah pengembangan masyarakat yang berorientasi perdesaan.
Program-program ekonomi yang dirancang ternyata telah menjadi pendorong terbentuknya Majelis Ekonomi Muhammadi­yah. Penegasan peran Muhammadiyah untuk terlibat dalam problematika perekonomian nasional, terlahir pada Muktamar ke-41 di Solo tahun 1985 dengan terbentuknya majelis ekonomi Muhammadiyah secara resmi. Namun yang sangat disayangkan adalah perkembangan Majelis Ekonomi tersebut mengalami kevakuman lebih dari sepuluh tahun. Kevakuman majelis ini karena memang hanya diorientasikan sebagai advokasi bagi problem-problem perekonomian nasional. Sadar akan hal itu, tepatnya pada Muktamar ke-43 di Banda Aceh, akhirnya nama Majelis Ekonomi Muhammadiyah diubah menjadi Majelis Pembina Ekonomi Muhammadiyah (MPEM), bertujuan agar terjadi perubahan orientasi yang terfokus pada misi pemberdayaan dan pembinaan ekonomi umat.
Majelis Pembina Ekonomi Muhammadiyah di bawah kepemimpinan Amien Rais pada waktu itu merumuskan visi dan misinya ke dalam tiga jalur, yaitu: 1) mengembangkan badan usaha milik Muhammadiyah (BUMM) yang merepresentasikan kekuatan ekonomi organi­sasi Muhammadiyah, 2) me­ngembangkan wadah koperasi bagi anggota Muhammadiyah, dan 3) memberdayakan angota Muhammadiyah di bidang ekonomi dengan mengembangkan usaha-usaha milik anggota Muhammadiyah.
Dalam upaya revitalisasi kesaudagaran Muhammadiyah, pada dasarnya Muhammadiyah telah memiliki modal sosial (social capital) yang cukup memadai, diantaranya; pertama, sumberdaya manusia. Sebagai organisasi yang berbasis massa masyarakat perkotaan, Muhammadiyah mempunyai SDM maju yang sangat beragam dan berpendidikan; kedua, lembaga yang telah didirikan. Pada awal perkembangannya, Muhammadiyah telah berhasil mendirikan berbagai macam bangunan sesuai dengan fungsi dan orientasi masing-masing yang juga bisa dioptimalkan sebagai wadah pemberdayaan ekonomi umat; ketiga, organisasi Muhammadiyah, dari pusat sampai ke ranting.
Namun demikian, disatu sisi dalam visi perekonomian ketika hendak membangun perekonomian yang tangguh ha­ruslah didasarkan pada sikap profesional. untuk mengantarkan pada profesionalitas tersebut biasanya menggunakan cara yang mengarah pada dunia bisnis liberal-kapitalis. Hal ini tentu, bertolak belakang dengan visi kerakyatan yang pada awal berdirinya persyarikatan menjadi agenda utama sebagaimana disinggung di atas.
Pada level PDM Tulungagung, berkaitan dengan musda ke XIV yang akan digelar pada tanggal 15 Januari 2011 ini hal-hal yang perlu direkomendasikan untuk menumbuhkan saudagar-saudagar muslim baru diantaranya adalah ;
Pertama, memperbanyak dan meningkatkan kualitas Baitul Mal Muhammadiyah (BTM); Kedua, mendirikan wadah jaringan kelembangan BTM-BTM yang ada di Tulungagung, bias berbentuk puskopsyah BTM.
Ketiga, dengan semakin banyaknya BTM secara otomatis akan meningkatkan nasabah BTM. Tentu, kondisi ini akan menimbulnya banyak problem, misalnya semakin menurunnya pendampingan BTM kepada nasabah sehingga hubungan antara nasabah dengan BTM bersifat fungsional semata. Corak hubungan semacam ini menghilangkan prinsip kesaudagaran yang sejak awal dikembangkan oleh pendiri persyarikatan. Dengan demikian memerlukan wadah baru, semacam nongovernance organization (NGO) Muhammadiyah berstatus semi otonom yang berfungsi menjembatani hubungan antara nasabah dengan BTM. Wadah baru ini juga dapat berfungsi sebagai pembimbing, pembina, dan penjamin kelayakan kredit modal usaha nasabah, sekaligus mengadvokasi supaya menjadi saudara baru yang professional di bidangnya masing.
Keempat, menjalin kerjasama antara majelis ekonomi dengan majelis pendidikan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang dapat merangsang dan mengoptmalkan jiea kewirausahaan (kesaudagaran) kader persyarikatan khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Lembaga pendidikan ini dapat mengambil bentuk formal dan noformal atau bekerjasama dengan lembaga-lembaga lainnya diluar Muhammadiyah. Selain menyampaikan laporan keuangan cabang muhammadiyah di tiap kecamatan adapun topik yang dibahas salah satu yang penting adalah ada 9 Masjid di Tulungagung yang tidak persis menghadap kiblat. (tim)
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS
Read Comments

0 Response to "MUSDA Ke-14 Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan 'Aisyiyah Kabupaten Tulungagung"


KLINIK KANG JANA

KLINIK KANG JANA