Alasan Sakit, Kepsek Sekolah Arogan Itu Mangkir pada Raker Dewan
Posted in |
BALI, SMN - Setelah sempat
gagal, rapat kerja (Raker) DPRD Kabupaten Badung membahas terkait kasus
pemecatan siswa oleh pihak sekolah yakni SLK Bali, akhirnya digelar. Menempati
ruang pertemuan atau rapat Ketua Dewan setempat dengan menghadirkan Kepala
Dinas, Kepala Bidang Disdikpora, serta Upt. Disdikpora Kecamatan Kuta Utara, Disdikpora
Kabupaten Badung. Jum’at, 27 Juli 2012 .
Sayang, rapat
dengar pendapat terkait pengaduan kasus pemecatan Chika Febiola (14), siswa
kelas 1 SMP dan Kaila Parisa (6) kelas 1 SD SLK Bali itu tanpa dihadiri seorang
pun dari pihak SLK. Bahkan Jenny, Kepala Sekolah Lentera Kasih (SLK) Bali,
melalui surat sakit yang dikirimnya, mangkir alias tidak menghadiri rapat
dengar pendapat DPRD Badung, itu.
Alhasil,
dengar pendapat yang sejatinya inti dan penting didengar forum rapat terkait keterangan
dari pihak SLK Bali tidak terjawab. Keterangan hanya disampaikan pihak
Disdikpora, Feraud dan Istri, serta Wihartono, SH dan rekan selaku tim kuasa
hukum Feraud.
“Ini, kami
menerima surat pemberitahuan dari seorang bernama Jenny, mungkin kepala Sekolah
SLK. Ia mengaku sedang sakit, sehingga tidak bisa memenuhi undangan rapat ini,”
ujar Nyoman Giri Prasta, Ketua DPRD Kabupaten Badung sekaligus ketua forum
rapat kerja yang digelarnya.
Giri Prasta kemudian
meminta penjelasan baik dari pihak Disdikpora Badung terkait pengaduan Feraud
(41), ayah Chika dan Kaila yang menjadi korban pemecatan pihak Sekolah Lentera
Kasih Bali itu. Serta keterangan dari Feraud dan istri, yang disampaikan tim
kuasa hukumnya, Wihartono<SH dan rekan, yakni I Wayan Suardana, SH atau yang
familiar disebut Wayan Gendo, Edmundus Wahyu Indrawan, SH, Wihartono, SH dan Anak Agung Made Eka
Dharmika, SH, atas pengaduan yang disampaikan melalui surat perihal; Pengaduan
dan Perlindungan Hukum tertanggal 25 Juni 2012 bernomor 48/SK-Adm/WP/VI/2012
ditujukan kepada Ketua DPRD Kabupaten Badung.
Itu yang menurut
Gendo, saat dipersilahkan bicara, ia bersama tim advokasinya sampai berharap
supaya pihak Dewan Badung turun tangan menangani kasus yang dialami kliennya dari
pihak SLK Bali itu. Atau kasus pemecatan yang dilakukan pihak SLK akibat aksi
protes Feraud yang dianggap telah menimbulkan keresahan, melanggar kebijakan,
serta dianggap bakal menjadi pengaruh buruk pada kegiatan proses belajar
mengajar.
Padahal protes,
lanjut Gendo, yang diakukan Feraud, kemudian dilakukan bersama sekitar 52 orang
tua siswa lain sekolah setempat mengadukan pada beberapa instansi terkait
adalah tidak adanya kurikulum nasional seperti sekolah pada umumnya di
Indonesia. Kurikulum nasional yakni Pelajaran Agama, PPKN, Bahasa Indonesia dan
Bahasa Bali sebagai muatan lokal. “Yang membuat kami heran, pemecatan anak
klien kami ini disampaikan oleh seorang pengacara. Bukan oleh Kepala atau pihak
yang bertanggungjawab pada SLK Bali,” ujar Gendo.
Satu hal lagi,
Gendo lebih lanjut menuturkan, lembaga yang membawahi pendirian sekolah SLK dari
sebuah perseroan terbatas yakni PT. Bali Permata Hati, yang jelas-jelas
merupakan badan hukum profit. “Itu jelas-jelas bertentangan dengan aturan
pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang system
pendidikan nasional. jelasnya pada pasal 53, yang menginsyaratkan bahwa lembaga
penyelengaraan sekolah atau satuan pendidikan harus berbadan hukum yang
bersifat nirlaba atau non profit. Mohon penjelasan pihak Disdikpora,” ujar I
Wayan Gendo, SH, tim advokad Wihartono dan rekan, kuasa hukum Feraud dalam
rapat dengar pendapat DPRD Badung, di ruang rapat kerja Ketua DPRD Badung.
Keterangan
yang cukup menyudutkan pihak Disdikpora itu, buru-buru disikapi I Nyoman Giri
Prasta, Ketua DPRD Badung. Ia yang pada gelar rapat didampingi dua orang
wakilnya, Ketua Komisi D, serta Kepala
Bagian Hukum Pemkab Badung, itu menandaskan bahwa rapat bukan untuk memperdebatkan
masalah kemudian saling sudutkan. Melainkan mencari titik temu sekaligus
menelaah sejauhmana pembuktian laporan yang disampaiakan tim kuasa hukum Feraud
itu benar dan terjadi pada Sekolah Lentera Kasih (SLK) Bali.
“Sepertinya,
itu (penjelasan) tidak perlu kita bahas. Karena itu akan menjadi tugas
Disdikpora yang akan Kami tunjuk untuk mendalami laporan. Turun dibawah
pengawasan Komisi D, atau jika perlu, kami, Dewan Badung, akan bentuk Pansus
untuk mengawal tuntasnya masalah ini,” tandas Giri Prasta, memotong kalimat
yang disampaikan, semberi memohon permakluman, dan diterima Gendo dan rekan.
Sementara itu,
pihak Disdikpora Badung melalui Kepala Dinas, hanya menyampaikan seputar hasil
kerjanya yang konon telah turun meninjau Sekolah Lentera Kasih Bali. Itu, kata
Kadis, merupakan bukti bahwa pihaknya telah merespon laporan Feraud yang
disebutnya hanya disampaikan secara lisanitu.
Yang dalam
laporannya saat itu, Kadis menirukan, Feraud mengadukan ancaman pihak SLK
terkait akan dilakukannya pemecatan terhadap kedua anaknya yakni Chika Febiola
dan Kaila Parisa tersebut.
“Memang, kenyataan
terjadi di SLK Bali itu sesuai laporan yang disampikan bapak Feraud. Maka kami,
bahkan bersama tim dari pihak Kementerian Agama Kabupaten Badung, bahkan didampingi
pihak Upt. Disdikpora Kecamatan Kuta Utara, Badung, itu sekitar 28 Oktober
2011, mendesakan agar pihak SLK Bali
membentuk tim komite sekolah,” ujar Kadis.
Terkait
Akreditasi A yang diakui telah disandang oleh pihak SLK Bali, kemudian dianggap
bohong oleh tim kuasa hokum Feraud, kata Kadis, itu murni kewenangan provinsi.
Dan memang saat itu, kata dia, aturan tidak mengatur bahwa sekolah harus
mempunyai lulusan untuk mendapatkannya.
“Namun terkait
kurikulum, kami masih mengevaluasi. Masih mengumpulkan bukti-bukti yang
membenarkan tidak ada dan tidak pernah diajarkan SLK Bali,” jelas Kadis,
sembari menyebutkan pihaknya akan terus berupaya membina sekolah terkait
tugasnya dalam penyelenggaraan pendidikan. Diantaranya, melakukan pembinaan,
memberikan pendidikan baik terhadap siswa sesuai aturan perundang-undangan
pendidikan.
Penjelasan itu
dianggap kurang berkenan bagi Gendo dan kawan-kawan. Apalagi keterang terkait
akreditasi tidak harus mempunyai tamatan, dianggapnya menyimpang karena
tercantum dalam aturan. Tidak hanya itu, masih perlu waktu yang disampaikan
Disdikpora, dianggap Gendo terlalu mengada-ada dan dianggap tidak merespon
laporan dengan baik.
Karena,
menurut Gendo, pembuktian ada tidaknya kurikulum yang pihaknya laporkan itu sangat
mudah ditemukan. Salah satunya dengan bertanya secara langsung terhadap pihak
SLK Bali, kemudian mengevaluasi sejauhmana kebenaran keterangan itu. Apalagi, kata
dia, pihak SLK Bali sudah melakukan sosialisasi baik secara lisan atu pun
tertulis seputar kurikulum SLK terhadap para wali siswa baru yang mendaftar.
“Itu terlalu lama menurut kami. Pembuktian kurikulum tidak
diajarkan, bisa dilihat dari edaran kurikulum yang dibagikan SLK pada orang tua
siswa. Mereka tidak mencantum empat mata pelajaran yang kami sebutkan tadi.
Kecuali Bahasa Indonesia, kendati ada, kurang proporsional dibanding penyediaan
waktu penyampaian pelajaran Bahasa Inggris,” tandas Gendo.
Sementara
diakhir pertemuan, pihak Dewan Badung Badung melalui Giri Prasta, menyikapi
harapan Feraud bersama tim kuasa hukumnya itu. Bahkan menyatakan siap mengawal
evaluasi pihak Disdikpora terkait kasus yang menjadi pembahasan itu. Mengingat
pendidikan kata dia, merupakan factor utama yang harus bebas dari sifat
intimidasi bahkan tindakan arogansi. “Melalui pertemuan ini, kami berharap agar
Disdikpora turun dan menyikapi kasus ini. Kami tugaskan juga Komisi D, untuk mengawal
hingga kasus SLK ini tuntas,” ujar Giri Prasta. (Wir)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 Response to "Alasan Sakit, Kepsek Sekolah Arogan Itu Mangkir pada Raker Dewan"
Post a Comment